2
Juni 2001
DABO
SINGKEP:
Antara
NOSTALGIA dan IMPIAN
Dari
LENSA DISKUSI KONSTRUKTIF
Oleh
Julie Saidi
Yogyakarta,
21 mei 2001
Prakata
Siapakah
‘kita’ yang hadir di sini? Berada dalam ruang, waktu dan gerak
yang tak sama tapi berpikir ke arah yang sama? Mengapa kita bisa
seperti itu? Apakah karena kita berasal dari satu daerah yang sama
ataukah karena kita tak mau dianggap bodoh jika hanya diam dan
mengangguk kuat-kuat begitu satu ide dilontarkan: takut dianggap tak
gaul alias tak berwawasan. Seperti itukah kita? Tentu saja tidak!
Kita duduk di tempat berlainan, mengorbankan waktu dan sejuta
kegiatan untuk memelototi layar komputer, menekan tuts demi tuts,
merajut ide dan merangkai kata untuk saling berbagi - demi apakah
semua itu? Apa yang ingin kita capai dengan semua pengorbanan itu?
Tiba-tiba
banyak ide mengalir, banyak pemikiran bergulir dan hari-hari
bergerak liar dalam diskusi demi diskusi tanpa tepi. Akan ke mana
semua bermuara? Akan ke mana semua kata berlabuh dan akan ke mana
kita palingkan wajah ketika letih singgah tak tertahan? Sebagian
kata bergulir dalam nada-nada nostalgia, sebagian terajut dalam
warna amarah dan dendam, pun tak kurang yang melayarkan kata-kata
dalam ketakberdayaan akan sebuah kemenerimaan: satu-satunya yang
bisa dilakukan. Tapi yang paling menggembirakan adalah masih banyak
yang mendayung perahu impian. Mendayung perahu impian dalam
imajinasi tentang sebuah pulau kecil yang disebut ‘small
dot in the map’ dalam wacana konstruktif: indahnya andai small
dot itu berubah menjadi red
dot (meminjam istilah sutrisno saidi). Titik kecil berwarna
merah: walau kecil tetap mampu untuk ikut bergerak dalam dinamika
dunia yang tak ramah. Bukan pulaunya yang dituju tapi penghuninya.
Apakah itu fokus dari semua bicara yang selalu bergema?
Tulisan
ini hanyalah senarai dari sekian banyak pemikiran yang bergulir
dalam beberapa bulan belakangan sejak website
dan mailgroup bergulir di
di tengah kehidupan rutin kita. Sebuah gairah dari dunia maya.
Pembicaraan di ruang maya, yang coba untuk diwujudkan dalam realitas
tak semu. Meskipun banyak sekali keterbatasan yang saya miliki,
izinkan saya untuk ikut dalam revolusi pemikiran dan pembangunan
ide-ide yang realistis.
DABO
SINGKEP: IMPIAN ATAUKAH SEKEDAR NOSTALGIA?
Zaman
keemasan memudar begitu cepatnya. Segala kemudahan berganti
kegetiran dan keprihatinan yang terus menerus disesali. Tiap hari
habis untuk meratapi puing-puing yang dulu begitu dibanggakan. Tak
sadar bencana baru mengancam. Terjebak dalam romantisme masa lalu.
Ketika pertama duduk diskusi kitapun sama: bernostalgia sambil reuni
dengan teman dan sahabat lama.
Menyenangkan
sekali. Tapi hidup adalah perjalanan yang tak pernah menunggu kita
siap untuk menjalaninya. Berada di manakah kita seharusnya? Ada
kata-kata bijak yang entah punya siapa: dalam hidup jangan pernah
berhenti bermimpi karena ketika mimpi berakhir, hidup pun selesai.
Jadi mari kita terus bermimpi tentang semua hal. Bermimpi tentang
Dabo yang seperti Melbourne, Dabo yang seperti Malaysia dengan
supermarket terapungnya ataupun Dabo yang kecil, tenang, tapi penuh
manusia-manusia canggih dan luhur yang tak luntur karena materi.
Konsep
mana yang akan kita pakai? Konsep berbasis nostalgia untuk mengejar
dan mengembalikan kejayaan masa lampau? Ataukah konsep berbasis
sejuta mimpi yang terus bergerak tak pernah usai? Kita bisa
memilihnya dengan sangat bijak kalau kita tahu akan kemana
melangkahkan kaki kita. Kita akan melangkah pasti jika kita punya
visi dan profesionalisme yang tangguh. Punyakah kita kedua alat itu?
Paradigma
nostalgia
dan paradigma impian bukan suatu logika absurd. Mari kita bercermin dan bertanya pada hati kita: apa yang
sebenarnya paling kita inginkan untuk memaknai sang hidup. Apa yang
paling kita inginkan untuk berkarya sebagai bagian dari aktualisasi
kehadiran kita sebagai sang khalifah di muka bumi ini? Dan mari kita
duduk untuk saling mendengar ide naif, bombastis, revolusioner
bahkan sampai pada ide-ide yang sarat ambisi pribadi. Semuanya wajar
dan sah saja bukan? Mari kita saling merenung untuk memahami: saat
ini ide-ide kita berada pada tataran apa? Tataran sekedar
bernostalgia ataukah tataran impian-impian sederhana yang sangat
mungkin diwujudkan jika kita punya goodwill
untuk bergerak mewujudkannya.
APALAH
ARTI SEBUAH NAMA
Bagian
ini terilhami dari diskusi tentang nama organisasi yang akan
dibentuk. Sebuah nama dalam pandangan saya tentu saja sangat
berarti. Saya ingin mengajak berpikir dari sudut pandang yang lain: jangan
pernah memandang rendah sebuah nama. Biarlah hanya
William Shakespeare yang memandang nama tanpa harga dengan komentar:
apalah arti sebuah nama. Kita tak perlu beramai-ramai latah
mengikuti jejaknya.
Pada
awal penciptaannya, malaikat mengakui eksistensi Adam karena kasus
sederhana: Adam mampu menamai banyak materi sehingga
karakteristiknya bisa dipahami dengan mudah. Apa makna yang dapat
kita petik dari sini? Nama mencerminkan apa yang diwakilinya.
Bukankah jutaan dollar dan milyaran rupiah sering dihabiskan hanya
untuk menemukan satu kata yang mewakili eksistensi satu produk. Nama
menjadi sangat penting karenanya dan dalam proses selanjutnya nama
akan ikut menentukan eksistensi sesuatu: produk, situasi bahkan
orang!
Apa
hubungannya dengan organisasi yang akan dibentuk? Ide nama dan
alasan penamaan organisasi yang dilontarkan oleh Sdr. Firdaus LN
dari benua dingin yang tak menyejukkan (menurut beliau) dalam
perspektif saya sangat representatif untuk mewakili eksistensi
organisasi yang akan segera dibentuk (insyaallah). Mari kita
tinggalkan mindset: menamai
sesuatu hanya dari pertimbangan biar enak di lidah (melayu)!
Visi
pengelolaan organisasi ini bukan seperti mengelola organisasi sosial
apalagi panti asuhan. Dunia berubah setiap detik dengan kecepatan
cahaya. Kita harus mengantisipasi sedini mungkin. Ketika suatu ‘brand’
kita keluarkan kita harus mempersiapkan brand
itu untuk masa tak terhingga tahun. Substansi memang merupakan
bagian yang penting, sehingga mengapa
tak sekalian kita kemas substansi itu dengan bungkus yang juga
bagus?
Bahasa
Inggris adalah bahasa era globalisasi. Kita belum punya cukup power untuk berpaling dari arus globalisasi. Kalau kita bisa
membiasakan lidah melayu untuk fasih melafalkan spelling Inggris setidaknya kita telah punya andil membuka cakrawala
pikir orang-orang yang kelak akan bersinggungan langsung dengan
organisasi ini. Dalam
penafsiran saya, sdr. Firdaus tidak mempersiapkan organisasi ini
hanya untuk setahun atau dua tahun tapi untuk eksis selama jutaan
tahun, bahkan sampai kiamat dalam istilah beliau. Ide dasar ini
sangat indah jika mampu kita tangkap dari perspektif
profesionalisme. Salah satu wujudnya adalah persiapan kita untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan yang penuh ketidakpastian. Bukankah sebelum melihat isinya, publik akan
menilai bungkusnya dulu?
Satu
yang bisa saya ketengahkan adalah mari kita tinggalkan paradigma
tradisional dalam mengelola sebuah organisasi. Kita tak harus
mengesampingkan profit. Kita justru harus tegas memperhitungkan bagaimana proses ongoing
organisasi ini dijalankan. Konsep countinous
improvement setepat mungkin dapat dipakai dalam menjalankan
organisasi ini. Dana adalah faktor terpenting selain komitmen
pengelolanya. Dan organisasi ini jangan sampai menjadi seperti NGO
yang menjamur akhir-akhir ini: menunggu belas kasih dari para
donatur. Kita harus punya sumber dana operasional rutin yang tak
pernah berhenti. Manajemen organisasi idealnya berbentuk manajemen
organisasi bisnis. Tak ada volunteer
yang mampu bertahan lama. Sebelum itu terjadi dan mengancam
kontinuitas organisasi, kita harus berusaha untuk mengantisipasinya.
Penutup
Kita
memang hidup dalam dunia kata-kata. Walaupun semua ini hanyalah
sebuah gagasan naif, ada kata-kata bijak yang tak bisa mudah
diabaikan: pikiran yang diungkapkan selalu lebih mudah
untuk didiskusikan dan dicari solusinya. Dari situlah
saya mulai berkata-kata meski hanya sebutir debu diantara gagasan
besar rekan-rekan semua. Langkah besar tak pernah tercipta tanpa
langkah-langkah kecil bukan?
Mari
kita satukan visi untuk menjadikan hari ini hari terbaik dalam
sejarah hidup kita. Hari ini, kita tak perlu menunggu waktu-waktu
yang tak pasti. Terima kasih untuk semua debat yang menyenangkan
walaupun saya hanya baru bisa membacanya. Baru berada pada titik
nol. Bravo untuk gagasan-gagasan para senior yang bahkan wajahnya
tak saya ingat tapi sekali lagi: nama
akan selalu dikenang walaupun tak pernah kenal orangnya.
Karena itu nama menjadi sepenting udara!
***
|