Dabosingkep
dalam Bingkai Persiapan Pemekaran Kabupaten Selinsing
Oleh
Yuliman
Gamal
Penentuan
Ibukota Kabupaten Selinsing (Senanyan-Lingga-Singkep) yang telah dan
sedang dipersiapkan sejak tahun lalu merupakan issue menarik untuk
dijadikan bahan analisis dalam bingkai pemekaran wilayah baru melalui
Otonomi Daerah (Otda). Penyatuan
Visi dan Misi untuk menghadirkan sebuah kabupaten baru tersebut akan
ditentukan melalui Musyawarah Besar (Mubes) yang akan berlangsung pada
tanggal 9-10 Juli 2001 di Dabosingkep.
Menentukan
layak tidaknya Singkep, Lingga, dan Senayang sebagai kabupaten baru
barangkali telah diadakan penilaian khusus oleh Tim dari Kementrian Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah. Namun untuk menentukan dimana ibukota kabupaten
yang hendak dimekarkan tersebut dari sisi Managemen Perkotaan (Urban
management), niscaya
memerlukan analisis yang memadai terhadap potensi yang ada pada
calon Ibukota kabupaten tersebut, utamanya berkenaan
dengan infrastruktur yang tersedia.
Melalui pendekatan Analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunities, and Threats), tulisan ini mencoba mengalisis
“kelayakan” suatu kota menjadi pusat pemerintahan sehingga diharapkan
dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Pemilihan
Dabosingkep sebagai objek
analisis SWOT dipandang pas, mengingat secara real ibukota kecamatan
Singkep ini “lebih siap” untuk menjadi Ibukota Kabupaten selingsing
dibandingkan Daik (ibukota kecamatan Lingga) dan Senayang (kecamatan
Senayang).
Kekuatan
(Strength)
Kehadiran
perusahaan penambangan timah selama hampir 180 tahun (1812-1992)
telah meninggalkan infrastruktur cukup memadai bagi menjadikan
Dabosingkep sebagai Ibukota Kabupaten Selingsing bila kelak jadi
dimekarkan. Infrastruktur yang telah menjadi aset Pemda setempat dan
departemen teknis seperti bandara, pelabuhan laut, jalan raya, prasarana
listrik, air minum, telekomunikasi, rumah sakit, bangunan bank,
perkantoran perusahaan timah, unit-unit bangunan perumahan karyawan, dan
sebagainya.
Kehadiran Bandara Dabo dapat didarati pesawat jenis Fokker-27,
sedangkan dermaga laut telah mengalami renovasi dari anggaran APBN 2 tahun
lalu, dengan harapan dapat disinggahi oleh kapal-kapal ukuran menengah
dari Jakarta, Bangka menuju Batam atau Tanjung Pinang. Sedang fasilitas
komunikasi dengan kode area 0776 sudah menyediakan kontak Saluran Langsung
Jarak Jauh (SLJJ).
Secara
administratif Dabosingkep pernah sebagai “ibukota” pembantu Kabupaten
Kepulauan Riau yang mewilayahi Kecamatan Singkep, Kecamatan Lingga, dan
Kecamatan Senayang sebelum itu dihapus tahun lalu. Dibanding Daik Lingga
dan Senayang, fasilitas pendidikan di Dabosingkep relatif lebih baik.
Dabosingkep memiliki 2 SMU negeri dan 2 SMP negeri dan beberapa lembaga
edukasi menengah lainnya. Memiliki populasi relatif lebih besar
dibandingkan dengan 2 ibukota kecamatan lainnya.
Meski
pernah mengalami penurunan jumlah penduduk akibat “putus
hubungan” dengan PT. Timah sejak pertengahan 1992, namun sejak tahun
1996 jumlah penduduk kota ini terus bertambah. Hal ini mendukung aktivitas
perkonomian Kecamatan Singkep secara keseluruhan. Memiliki kapasitas lahan
untuk pertumbuhan pembangunan. Dabosingkep masih memiliki lahan yang cukup
luas untuk menampung pertumbuhan pembangunan, disamping lahan yang relatif
datar juga memiliki akses yang cukup luas terhadap prasarana yang
tersedia.
Akibat
dari restrukturisasi PT. Timah beberapa tahun lalu menyebabkan banyaknya
pengangguran. Kondisi ini telah menyebabkan para penganggur yang telah
berpengalaman itu mencari kerja ke Batam, Tanjung Pinang, Karimun, Jambi,
dan sebagainya. Sebagian dari pengangguran itu masih bertahan di
Dabosingkep dengan aktivitasnya sendiri. Diharapkan dengan ditetapkannya
Dabosingkep sebagai ibukota kabupaten maka sebagian besar pengangguran itu
dapat tertampung di berbagai kegiatan pembangunan.
Letak
dan kualitas bangunan yang sudah tertata (landscape setting and
quality). Meskipun dampak lingkungan yang ditimbukan dari aktivitas
Penambangan Timah yang telah berlangsung sSelama hampir 2 abad cukup
dahsyat, namun harus diakui bahwa penataan bangunan diPulau tersebut cukup
rapi (walau masih perlu sedikit pembenahan) seperti:
letak rumah sakit, pembangkit listrik, air minum, bandara,
pelabuhan laut, dan sebagainya.
Memiliki
ragam etnik populasi (multi ethnic nature of city). Kota ini
memiliki ragam etnis populasi seperti Melayu, Jawa, Minang, Cina, Bugis
yang sudah mengalami akulturasi cukup lama.
Sebagai contoh banyak orang melayu menikah dengan orang Bugis,
Jawa, Cina, dan sebagainya. Komunitas Tionghoa dan Minang dalam hal ini
sangat berperan dalam perekonomian setempat.
Kelemahan
(weakness)
Kendatipun
demikian Dabosingkep masih memiliki sejumlah kelemahan, antara lain masih
terbatasnya aktivitas komersial. Sejak ditinggalkan oleh PT. Timah,
aktivitas komersial di kota Dabosingkep
menurun drastis. Tidak seperti Tanjung Balai Karimun atau Tanjung
Pinang yang memiliki keuntungan karena kedekatan wilayah dengan Singapura.
Kini jalur-jalur perdagangan dalam skala terbatas masih dilakukan antara
lain dengan Tanjung Pinang dan Jambi.
Dinamika
perekonomlian Kecataman Saingkep juga ergantung dengan kehadiran daerah
lain, seperti Tanjung Pinang sebagai ibukota kabupaten untuk urusan-urusan
formal dan Jambi dalam hal memasok kebutuhan pokok masyarakat. Kurangnya
keterlibatan masyarakat dalam kepemilikan
terhadap suatu aset sangat terbatas khususnya terhadap unit-unit
bangunan dan aset peninggalan PT. Timah. Ini akan menyulitkan dalam hal
pembebasan lahan, sementara
statusnya belum jelas.
Sebagaimana
yang terjadi kini, urusan pemerintahan, pendidikan dan urusan formal
lainnya di Dabosingkep harus melalui Tanjung Pinang sebagai ibukota
Kabupaten. Ini mengakibatkan biaya tinggi (high cost) bagi
masyarakat berpendapatan rendah. Kapal superjet yang melayani jalur
Dabosingkep-Tanjung Pinang mengenakan tarif Rp. 35.000,- sekali jalan.
Dengan demikian ini sangat merugikan bagi pegawai negeri dan buruh sektor
informal yang berpendapatan rendah bila harus berurusan ke Tanjung Pinang.
Selain itu harga barang kebutuhan pokok (sembako) dan biaya jasa/
pelayanan disini relatif lebih mahal.
Selain
sarana angkutan laut yang terbatas, Dabosingkep juga kekurangan sarana
transportasi darat seperti angkutan umum, bus dan taksi.
Kurangnya pengelolaan objek wisata (under developed tourism).
Dabosingkep tidak seberuntung Tanjung Balai Karimun, yang walaupun kurang
objek wisata namun memiliki karakteristik seperti Singapur tahun 1970-an,
sehigga turis dari negeri jiran tersebut tidak segan untuk membelanjakan
uangnya disana. Sebaliknya Dabosingkep, selain relatif lebih jauh dari
Singapura juga tidak memiliki objek wisata yang terkelola dengan
baik. Sedangkan sektor pariwisata ini sangat berperan dalam memberikan
value added dan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bagi
perekonomian wilayah Kepulauan Riau, Batam dan Karimun secara keseluruhan.
Peluang-peluang
(Opportunies)
Tanjung
Pinang termasuk dalam kawasan industri baik industri pengolahan maupun
industri pariwisata. Wilayah ini juga memiliki akses yang baik dengan
Singapura, Batam, dan Karimun. Adanya koridor antara Dabosingkep dan
Tanjung Pinang memberikan peluang yang luas bagi pertumbuhan ekonomi
Dabosingkep dimasa mendatang. Selain Tanjung Pinang, Dabosingkep juga
memiliki koridor dengan Jambi yang merupakan satu-satunya ibukota propinsi
di Pulau Sumatera yang paling dekat dengan Dabosingkep saat ini.
Peluang perdagangan dan perekonomian yang lebih luas akan
tercipta bila prasarana yang ada dapat digunakan seoptimal mungkin seperti
penggunaan bandara Dabo dan pelabuhan laut yang ada. Seperti yang dirilis
dalam Riau Pos tanggal 18 Februari 2001 dengan tajuk “Riau Airlines
Menerobos Keterisolasian Daerah”. Dengan adanya rencana Pemda Propinsi
Riau untuk memanfaatkan bandara yang ada di seluruh Riau termasuk Bandara
Dabo, maka melalui jalur penerbangan yang dilewati Riau Airlines akan
menciptakan multiplier effect bagi perekonomian setempat dari
kemudahan investasi. Jalur penerbangan ini akan menciptakan koridor baru
dengan Batam (terakhir koridor itu terputus tahun 1996/1997 oleh jalur
penerbangan pesawat jenis SMAC dari Jambi-Dabosingkep-Batam) dalam rangka
ikut berkiprah dalam kancah perekonomian global.
Selain Jambi, Tanjung Pinang dan Batam, kota ini memiliki
hubungan yang relatif tidak jauh dengan “kota-kota utama” seperti
Kuala Tungkal (ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi), Muara Sabak
(ibukota Tanjung Jabung Timur-Jambi) yang memiliki pelabuhan bebas, dan
Tanjung Balai Karimun (Kabupaten Karimun) dan Pangkal Pinang (ibukota
Propinsi Bangka-Belitung). Kondisi ini menciptakan peluang ekonomi dalam
skala yang lebih luas. Memiliki sumberdaya alam yang mendukung (natural
resources). Dalam berita Harian Kompas tanggal 24 Juli 2000 dikatakan
bahwa Pulau Singkep Masih menyimpan 200 ribu ton timah. Sebuah perusahaan
Penanaman Modal Dalam Negeri akan menghidupkan kembali aktivitas
pertambangan yang sempat terhenti sejak tahun 1992. Kegiatan penambangan
itu disamping memberikan kontribusi bagi perekonomian juga dapat menampung
tenaga pengangguran akibat restrukturisasi PT. Timah. Dengan ramainya
aktivitas penambangan ini akan berdampak pada peningkatan perekonomian
kota Dabosingkep dengan prasarana yang dapat diakses oleh perusahaan
penambangan. Sumberdaya alam lain yang dimiliki antara lain di sektor
perikanan. Itu terlihat dari banyaknya pendirian rumah penangkapan ikan
teri (kelong) di sepanjang perairan pulau Singkep.
Ancaman
(threats)
Diperkirakan
terdapat sekitar 45.000 ha
lahan di Pulau Singkep telah dimanfaatkan sebagai basis kegiatan penambangan timah
selama hampir seratus delapan puluh tahun. Pulau itu kini dipenuhi dengan
danau-danau bekas galian Timah. Kondisi
ini semakin diperburuk dengan
beroperasinya kegiatan penambangan pasir. Penambangan pasir dan lepas
pantai (offshore mining) dan penebangan hutan (deforestation)
serta penggurunan (disertification) mengakibatkan semakin
terbatasnya lahan-lahan produkktif di Pulau Singkep.
Ada
kecenderungan di kota Dabosingkep saat ini dimana masyarakat membuat
bangunan baru tanpa mengindah ketentuan yang berlaku serta tidak
memperhatikan lingkungan. Pada bangunan bekas peninggalan PT. Timah masih
dapat dikatakan tertata cukup rapi, namun melihat kecenderungan dimana
saat ini pembangunan bangunan baru sering tidak sesuai dengan tata ruang
dan keindahan kota. Sebagai contoh sederhana adalah pembuatan bangunan
sarang burung walet di tengah-tengah kota tanpa perduli dengan lingkungan
sekitar.
Restrukturisasi
PT. Timah pada awal 1990-an
yang mem-PHK kan ribuan karyawan telah menyebabkan “luka” yang cukup
dalam bagi masyarakat Dabosingkep. “Luka” ini berdampak pada berbagai
segi kehidupan masyarakat dan menimbulkan semacam trauma bagi masyarakat
khususnya mantan karyawan PT. Timah. Dapat dikatakan dahulunya masyarakat
Dabosingkep identik dengan PT. Timah. Dengan demikian ketika PT. Timah
melakukan restrukturisasi maka dampaknya identik dengan kondisi masyarakat
secara keseluruhan. Trauma
yang dalam ini akan berdampak pada aktivitas mereka keseharian, apalagi
bila aktivitas itu dikaitkan dengan rencana pemekaran Kabupaten Kepulauan
Riau.
Penutup
Membandingkan
antara Dabosingkep dengan Daik Lingga dan Senayang, otomatis kondisi yang
memenuhi “kriteria” diatas adalah Dabosingkep. Penulis berusaha
melihat itu seobyektif mungkin dengan berdasarkan pada ketersediaan
infrastruktur sebagai persyaratan utama. Hal ini dimaksudkan agar dalam
pembangunan selanjutnya, setelah
kabupaten pemekaran terbentuk, biaya yang dikeluarkan untuk infrastruktur
dapat dialihkan untuk meningkatan perekonomian rakyat yang terpuruk saat
ini.
Ada
keinginan untuk membentuk Daik Lingga sebagai ibukota kabupaten mengingat
secara historis Daik pernah menjadi pusat kerajaan Melayu, dan secara
geografis saat ini aksesnya dapat lebih merata dari Dabosingkep dan
Senayang dan pulau-pulau kecil lainnya. Namun dengan kenyataan yang ada,
tidak ada pilihan lain kecuali mengambil pilihan yang paling
menguntungkan.
Bukan tidak mungkin pada masa mendatang kota Daik Lingga dapat
menjadi pusat Kebudayaan Melayu dan pengembangan sektor Pertanian. Karena aksesnya yang relatif dekat dengan kawasan Barelang
(Batam, Rempang, Galang), maka di Senayang dapat didirikan pabrik industri
pengolahan sektor perikanan.
Demikian
tulisan ini, semoga bermanfaat bagi para pengambil kebijakan di Pemda
setempat dalam rangka mendukung strategic planning yang dirancang
bagi pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau menjadi Kabupaten Kepulauan Riau
dan Kabupaten Selingsing.
Ir.
Yuliman Gamal adalah
Alumnus IPB dan kini sedang mengikuti Program Magister Urban
management
di
Centre for Developing C University
of Canberra, Australia
|