Analisis
SWOT Dabosingkep sebagai ibukota
kabupaten
pemekaran
Kepulauan Riau
Oleh
: Ir.
Yuliman Gamal
I.
Pendahuluan
Membaca
harian Kompas tanggal 14
Pebruari 2001 dimana dikatakan bahwa selama tahun 2000, Departemen Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah telah menerima usulan pembentukan daerah otonom
baru yang terdiri dari 13 provinsi, 44 kabupaten, 10 peningkatan status
wilayah pembantu kabupaten, 24 peningkatan status kota administratif, dan
lima usulan pembentukan kota.
Dari
13 provinsi yang diusulkan, tiga sudah menjadi provinsi otonom yang
terpisah dari provinsi induk, yakni Provinsi Banten (Jawa Barat),
Gorontalo/Tomini Raya (Sulawesi Utara), Bangka Belitung (Sumatera
Selatan). “Urutan prioritas yang ditempuh untuk tahun anggaran 2001
meliputi penyelesaian Provinsi Kepulauan Riau (Riau), 24 kota
administratif, 44 kabupaten, 10 wilayah pembantu Bupati, dan lima kota,’
kata Surjadi Soedirdja yang juga adalah Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah.
Pembentukan
Provinsi Kepulauan Riau inipun telah mendapat “restu” dari Presiden
Abdurrahman Wahid dimana beliau meminta agar masyarakat Kepulauan Riau
menyiapkan diri bagi pembentukan provinsi baru itu (CyberNews, 26 Maret 2001).
Bila
Provinsi Kepulauan Riau mendapat prioritas pertama di tahun 2001 ini, dan
Kabupaten Selingsing (Senayang, Lingga, Singkep)
serta Tanjung Pinang sebagai kota otonom, maka Provinsi Kepulauan
Riau akan terdiri dari: Kabupaten Kepulauan Riau, Kota Batam, Kabupaten
Karimun, Kabupaten Natuna, Kota Tanjung Pinang, dan Kabupaten Selingsing.
Dari
sisi kelayakan menjadi provinsi tentu saja tidak diragukan lagi bagi
wilayah yang memiliki potensi ekonomi yang luar biasa karena link-nya
dengan kawasan SIJORI ini dan kancah perekonomian global. Namun tulisan
ini tidak menyinggung persiapan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, tapi
lebih menekankan kepada calon kabupaten baru yakni kabupaten Selingsing
(Senayang Lingga Singkep) dimana sebagai salah satu persiapannya adalah
pelaksanaan Musyawarah Besar (Mubes) yang rencananya akan dilaksanakan di
Dabosingkep pada bulan Juni/Juli 2001.
Menentukan
layak tidaknya Singkep, Lingga, dan Senayang sebagai kabupaten baru
barangkali telah diadakan penilaian khusus oleh Tim dari Kementrian Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah. Namun untuk menentukan dimana ibukota kabupaten
dari sisi Urban Management
sangat memerlukan analisis yang cukup dengan mengkaji potensi yang ada di
calon kota khususnya infrastruktur yang tersedia (available).
Salah
satu alat untuk mengkaji “kelayakan” suatu kota menjadi pusat
pemerintahan dapat dilakukan melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threats) yang mana analisis ini dapat digunakan sebagai aplikasi
alat bantu pengambilan keputusan atau policy
termasuk dibidang pemerintahan.
Dabosingkep
menjadi objek kajian analisis SWOT ini mengingat secara real
ibukota kecamatan Singkep ini “lebih siap” dibandingkan Daik (ibukota
kecamatan Lingga) dan Senayang (kecamatan Senayang). Berikut kita kaji
satu persatu apa yang menjadi kekuatan (strength),
kelemahan (weakness), peluang (opprtunities) dan ancaman (threats)
kota Dabosingkep sebagai calon ibukota Kabupaten pemekaran Kepulauan Riau
berdasarkan kondisi saat ini (existing
condition).
II.
Analisis SWOT
A.
Kekuatan (Strength)
Memiliki
infrastructure yang memadai (availability of infrastructure) Dabosingkep
sebagai ibukota kecamatan Singkep pernah dikenal sebagai “kota timah”
selain Pangkal Pinang (Bangka) dan Tanjung Pandan (Belitung). Kehadiran
perusahaan penambangan timah selama sejak 1812 - 1992 (direct
atau indirect) telah
meninggalkan infrastruktur yang sekarang menjadi aset Pemda setempat dan
departemen teknis seperti bandara, pelabuhan laut, jalan raya, prasarana
listrik, air minum, telekomunikasi, rumah sakit, bangunan bank,
perkantoran perusahaan timah, unit-unit bangunan perumahan karyawan, dan
sebagainya.
Bandara
Dabo dapat didarati pesawat jenis Fokker-27, sedangkan pelabuhan laut
telah mengalami renovasi dari anggaran APBN 2 tahun lalu, dengan harapan
dapat disinggahi oleh kapal-kapal ukuran menengah dari Jakarta, Bangka
menuju Batam atau Tanjung Pinang. Sedang fasilitas komunikasi dengan kode
area 0776 sudah menyediakan kontak Saluran Langsung Jarak Jauh (SLJJ).
Sebagai
wilayah pembantu Kabupaten Kepulauan Riau (administrative support)
Secara
administratif Dabosingkep pernah sebagai “ibukota” pembantu Kabupaten
Kepulauan Riau yang mewilayahi Kecamatan Singkep, Kecamatan Lingga, dan
Kecamatan Senayang sebelum itu dihapus tahun lalu.
Pusat
pendidikan bagi tiga kecamatan (suitable for education).
Dabosingkep
memiliki 2 SMU negeri dan 2 SMP negeri dan beberapa lembaga edukasi
menengah lainnya. Dibanding Daik Lingga dan Senayang, fasilitas pendidikan
di Dabosingkep relatif lebih baik.
Memiliki
populasi relatif lebih besar (higher population).
Dibanding
2 ibukota kecamatan lainnya, populasi kota Dabosingkep relatif lebih
besar. Walau pernah mengalami penurunan jumlah penduduk akibat “putus
hubungan” dengan PT. Timah, namun sejak tahun 1996 jumlah penduduk kota
ini terus bertambah. Hal ini mendukung aktivitas perkonomian (economic
activity) kecamatan Singkep secara keseluruhan.
Memiliki
kapasitas lahan untuk pertumbuhan pembangunan (land
capacity for growth).
Dabosingkep
masih memiliki lahan yang cukup luas untuk menampung pertumbuhan
pembangunan, disamping lahan yang relatif datar juga memiliki akses yang
cukup luas terhadap prasarana yang tersedia.
Partisipasi
masyarakat (community participation).
Akibat dari restrukturisasi PT. Timah beberapa tahun lalu menyebabkan
banyaknya pengangguran (unemployment).
Kondisi ini telah menyebabkan para penganggur yang telah berpengalaman itu
mencari kerja ke Batam, Tanjung Pinang, Karimun, Jambi, dan sebagainya.
Sebagian dari pengangguran itu masih bertahan di Dabosingkep dengan
aktivitasnya sendiri. Diharapkan dengan ditetapkannya Dabosingkep sebagai
ibukota kabupaten maka sebagian besar pengangguran itu dapat tertampung di
berbagai kegiatan pembangunan.
Letak
dan kualitas bangunan yang sudah tertata (landscape setting and quality).
Selama
hampir 2 abad kegiatan penambangan timah memberi dampak pada terbentuknya
bangunan yang cukup tertata rapi (walau masih perlu sedikit pembenahan)
seperti letak rumah sakit, pembangkit listrik, air minum, bandara,
pelabuhan laut, dan sebagainya.
Memiliki
ragam etnik populasi (multi ethnic
nature of city)
Kota
ini memiliki ragam etnis populasi seperti melayu, jawa, minang, cina,
bugis yang sudah mengalami akulturasi cukup lama.
Sebagai
contoh banyak orang melayu menikah dengan orang bugis, jawa, cina, dan
sebagainya. Komunitas cina dan minang dalam hal ini sangat berperan dalam
perekonomian setempat.
B.
Kelemahan (weakness)
Kurangnya
aktivitas komersial (insufficient
commercial activity)
Sejak
ditinggalkan oleh PT. Timah, aktivitas komersial di kota Dabosingkep
menurun drastis. Tidak seperti Tanjung Balai Karimun atau Tanjung
Pinang yang memiliki keuntungan karena kedekatan wilayah dengan Singapore,
aktivitas perdagangan dan komersial lainnya di kota ini sangat terbatas.
Kini jalur-jalur perdagangan dalam skala terbatas masih dilakukan antara
lain dengan Tanjung Pinang dan Jambi.
Selain itu kota ini sangat kurang dalam ragam aktivitas ekonomi (lack
of economic diversification).
Tergantung
dengan kehadiran daerah lain (too dependent upon the other region)
Dalam
kenyataan kini Dabosingkep sangat tergantung pada kehadiran kota Tanjung
Pinang sebagai ibukota kabupaten untuk urusan-urusan formal dan Jambi
dalam hal memasok kebutuhan pokok masyarakat.
Kurangnya
keterlibatan masyarakat dalam kepemilikan (lack
of community involvement in ownership)
Kepemilikan
masyarakat terhadap suatu aset sangat terbatas khususnya terhadap
unit-unit bangunan dan aset peninggalan PT. Timah. Ini akan menyulitkan
dalam hal pembebasan lahan sementara statusnya belum jelas.
Kerugian
pada masyarakat berpendapatan rendah (low income groups disadvantage).
Sebagaimana
yang terjadi kini, urusan pemerintahan, pendidikan dan urusan formal
lainnya di Dabosingkep harus melalui Tanjung Pinang sebagai ibukota
Kabupaten. Ini mengakibatkan biaya tinggi (high
cost) bagi masyarakat berpendapatan rendah. Kapal superjet yang
melayani jalur Dabosingkep-Tanjung Pinang mengenakan tarif Rp. 35.000,-
sekali jalan. Dengan demikian ini sangat merugikan bagi pegawai negeri dan
buruh sektor informal yang berpendapatan rendah bila harus berurusan ke
Tanjung Pinang. Selain itu harga barang kebutuhan pokok (sembako) dan
biaya jasa/ pelayanan disini relatif lebih mahal.
Kurangnya
sarana transportasi (lack of public
transport).
Selain
sarana angkutan laut yang terbatas, Dabosingkep juga kekurangan sarana
transportasi darat seperti angkutan umum, bus dan taksi.
Kurangnya
pengelolaan objek wisata (under
developed tourism)
. Dabosingkep
tidak seberuntung Tanjung Balai Karimun, yang walaupun kurang objek wisata
namun memiliki karakteristik seperti Singapore tahun 1970-an, sehigga
turis dari negeri jiran tersebut tidak segan untuk membelanjakan uangnya
disana. Sebaliknya Dabosingkep, selain relatif lebih jauh dari Singapore,
juga tidak memiliki objek wisata yang terkelola dengan baik. Sedangkan
sektor pariwisata ini sangat berperan dalam memberikan value
added dan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bagi
perekonomian wilayah Kepulauan Riau, Batam dan Karimun secara keseluruhan.
C.
Peluang-peluang (Opportunies)
Hubungan
langsung dengan Tanjung Pinang dan Jambi (corridor link to Tanjung Pinang and Jambi)
Tanjung
Pinang termasuk dalam kawasan industri baik industri pengolahan maupun
industri pariwisata. Wilayah ini juga memiliki akses yang baik dengan
Singapore, Batam, dan Karimun. Adanya corridor
antara Dabosingkep dan Tanjung Pinang memberi peluang yang luas bagi
pertumbuhan ekonomi Dabosingkep dimasa mendatang.
Selain
Tanjung Pinang, Dabosingkep juga memiliki corridor
dengan Jambi yang adalah merupakan satu-satunya ibukota propinsi di Pulau
Sumatera yang paling dekat dengan Dabosingkep saat ini. Peluang
perdagangan dan perekonomian yang lebih luas akan tercipta bila prasarana
yang ada dapat digunakan seoptimal mungkin seperti penggunaan bandara Dabo
dan pelabuhan laut yang ada. Seperti yang dirilis dalam Riau Pos tanggal
18 Februari 2001 dengan titel “Riau
Airlines Menerobos Keterisolasian Daerah”. Dengan adanya rencana
Pemda Propinsi Riau untuk memanfaatkan bandara yang ada di seluruh Riau
termasuk Bandara Dabo, maka melalui jalur penerbangan yang dilewati Riau
Airlines akan menciptakan multiplier
effect bagi perekonomian setempat dari kemudahan investment.
Jalur penerbangan ini akan menciptakan corridor
“baru” dengan Batam (terakhir corridor
itu terputus tahun 1996/1997 putusnya jalur penerbangan pesawat jenis SMAC
dari Jambi-Dabosingkep-Batam) dalam rangka ikut berkiprah dalam kancah
perekonomian global.
Hubungan
dengan “kota-kota utama” (linking
with main cities)
Selain
Jambi, Tanjung Pinang dan Batam, kota ini memiliki hubungan yang relatif
tidak jauh dengan “kota-kota utama” seperti Kuala Tungkal (ibukota
Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi), Muara Sabak (ibukota Tanjung Jabung
Timur-Jambi) yang memiliki pelabuhan bebas, dan Tanjung Balai Karimun
(Kabupaten Karimun) dan Pangkal Pinang (ibukota Propinsi Bangka-Belitung).
Kondisi ini menciptakan peluang ekonomi dalam skala yang lebih luas.
Memiliki
sumberdaya alam yang mendukung (natural resources)
Dalam
berita Harian Kompas tanggal 24
Juli 2000 dikatakan bahwa Pulau Singkep Masih menyimpan 200 ribu ton
timah. Sebuah perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri akan menghidupkan
kembali aktivitas pertambangan yang sempat terhenti sejak tahun 1992.
Kegiatan penambangan itu disamping memberikan kontribusi bagi perekonomian
juga dapat menampung tenaga pengangguran akibat restrukturisasi PT. Timah.
Dengan ramainya aktivitas penambangan ini akan berdampak pada peningkatan
perekonomian kota Dabosingkep dengan prasarana yang dapat diakses oleh
perusahaan penambangan.
Sumberdaya
alam lain yang dimiliki antara lain di sektor perikanan. Itu terlihat dari
banyaknya pendirian rumah penangkapan ikan teri (kelong) disepanjang
perairan pulau Singkep.
D.
Ancaman (threats)
Kerusakan
lingkungan yang parah (environmental
degradation).
Diperkirakan
sekitar 45.000 ha lahan di Pulau Singkep telah dimanfaatkan sebagai basis kegiatan penambangan timah
selama hampir seratus delapan puluh tahun. Pulau itu kini dipenuhi dengan
danau-danau bekas galian Timah. Kondisi
ini semakin diperburuk dengan
beroperasinya kegiatan penambangan pasir.
Penambangan
pasir dan lepas pantai (offshore
mining) dan penebangan hutan (deforestation)
serta penggurunan (disertification)
mengakibatkan semakin terbatasnya lahan-lahan yang affordable (limit of
affordable land) di Pulau Singkep (kekecualian Dabosingkep sebagai
ibukota).
Kecenderungan
ketidakteraturan pembangunan bangunan baru (threat
to landscape quality of city)
. Ada
kecenderungan di kota Dabosingkep saat ini dimana masyarakat membuat
bangunan baru tanpa mengindah ketentuan yang berlaku serta tidak
memperhatikan lingkungan.
Pada
bangunan bekas peninggalan PT. Timah masih dapat dikatakan tertata cukup
rapi, namun melihat kecenderungan dimana saat ini pembangunan bangunan
baru sering tidak sesuai dengan tata ruang dan keindahan kota. Sebagai
contoh sederhana adalah pembuatan bangunan sarang burung walet di
tengah-tengah kota tanpa perduli dengan lingkungan sekitar.
Kultur
masyarakat yang cenderung apatis (culture tend to apathetic)
Restrukturisasi
PT. Timah pada awal 1990-an
yang mem-PHK kan ribuan karyawan telah menyebabkan “luka” yang cukup
dalam bagi masyarakat Dabosingkep. “Luka” ini berdampak pada berbagai
segi kehidupan masyarakat dan menimbulkan semacam trauma bagi masyarakat
khususnya mantan karyawan PT. Timah. Dapat dikatakan dahulunya masyarakat
Dabosingkep identik dengan PT. Timah. Dengan demikian ketika PT. Timah
melakukan restrukturisasi maka dampaknya identik dengan kondisi masyarakat
secara keseluruhan.
Trauma
yang dalam ini akan berdampak pada aktivitas mereka keseharian, apalagi
bila aktivitas itu dikaitkan dengan rencana pemekaran Kabupaten Kepulauan
Riau.
III.
Penutup
Idealnya
membangun suatu ibukota pemerintahan adalah dengan sistim planned city seperti Canberra sebagai National Capital di Australia. Namun pembentukan Canberra yang establish
sejak 1911 itu memang didukung oleh kondisi pendanaan yang cukup kuat dari
Pemerintah Australia. Sebaliknya dengan kondisi perekonomian Indonesia dan
Daerah yang belum menentu saat ini, sementara gaung keinginan berotonomi
sangat nyaring kedengarannya, maka pilihan yang tepat untuk memilih kota
sebagai kota pemerintahan adalah dengan berdasarkan kondisi yang ada dan
pertumbuhan alami dari kota tersebut.
Membandingkan
antara Dabosingkep dengan Daik Lingga dan Senayang, otomatis kondisi yang
memenuhi “kriteria” diatas adalah Dabosingkep. Kita berusaha melihat
itu seobyektif mungkin dengan berdasarkan pada ketersediaan infrastructure sebagai persyaratan utama. Hal ini dimaksudkan agar
dalam pembangunan selanjutnya, setelah
kabupaten pemekaran terbentuk, biaya yang dikeluarkan untuk infrastruktur
dapat dialihkan untuk meningkatan perekonomian rakyat yang terpuruk saat
ini.
Ada
keinginan untuk membentuk Daik Lingga sebagai ibukota kabupaten mengingat
secara historis Daik pernah menjadi pusat kerajaan Melayu, dan secara
geografis saat ini aksesnya dapat lebih merata dari Dabosingkep dan
Senayang dan pulau-pulau kecil lainnya.
Namun
dengan kenyataan yang ada, tidak ada pilihan lain kecuali mengambil
pilihan yang paling menguntungkan.
Bukan
tidak mungkin pada masa mendatang kota Daikl Lngga dapat menjadi pusat
kebudayaan Melayu dan pengembangan sektor agriculture
dan di Senayang didirikan pabrik industri pengolahan sektor perikanan
(sesuai Location Theory) karena
aksesnya yang relatif dekat dengan kawasan Barelang (Batam, Rempang,
Galang).
Demikian
tulisan ini, semoga bermanfaat bagi policy
Pemda setempat dalam rangka mendukung strategic
planning yang dirancang bagi pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau
menjadi Kabupaten Kepulauan Riau dan Kabupaten Selingsing.
Penulis
:
Ir. Yuliman Gamal
(Sedang
menyelesaikan pendidikan Master in
Urban Management Fakultas
Environmental Design, University of Canberra-Australia)
Alamat:
Centre
for Developing Cities University of Canberra-Australia
14
Mc Elhone-Emu Ridge-Belconnen, Canberra-Australia
Phone:
(02) 62534254
|